A. Nilai-Nilai Juang dalam Proses
Perumusan
Pancasila Sejak akhir tahun 1944,
Jepang mulai banyak mengalami kekalahan di manamana dari Sekutu dalam Perang
Dunia II. Banyak wilayah yang diduduki Jepang jatuh ke tangan Sekutu. Jepang
merasa pasukannya sudah tidak dapat mengimbangi serangan Sekutu. Untuk itu,
Jepang menjanjikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia agar tidak melawan dan
bersedia membantunya melawan Sekutu.
1.
Pembentukan
Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Jepang
meyakinkan bangsa Indonesia tentang kemerdekaan yang dijanjikan dengan
membentuk Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI). Badan itu dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Cosakai.
Jenderal Kumakichi Harada, Komandan Pasukan Jepang untuk Jawa pada tanggal 1
Maret 1945 mengumumkan pembentukan BPUPKI.
Pada
tanggal 28 April 1945 diumumkan pengangkatan anggota BPUPKI. Upacara
peresmiannya dilaksanakan di Gedung Cuo Sangi In di Pejambon Jakarta (sekarang
Gedung Departemen Luar Negeri). Ketua BPUPKI ditunjuk Jepang adalah dr. Rajiman
Wedyodiningrat, wakilnya adalah Icibangase (Jepang), dan sebagai sekretarisnya
adalah R.P. Soeroso. Jumlah anggota BPUPKI adalah 63 orang yang mewakili hampir
seluruh wilayah Indonesia ditambah 7 orang tanpa hak suara.
a.
Masa
Persidangan Pertama BPUPKI (29 Mei–1 Juni 1945)
BPUPKI
setelah terbentuk segera mengadakan persidangan. Masa persidangan
pertama BPUPKI dimulai pada tanggal
29 Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945. Pada masa persidangan ini, BPUPKI
membahas rumusan dasar negara untuk Indonesia merdeka. Pada persidangan
dikemukakan berbagai pendapat tentang dasar negara yang akan dipakai Indonesia
merdeka. Pendapat tersebut disampaikan oleh Mr. Mohammad Yamin, Mr. Supomo, dan
Ir. Sukarno.
1.
Mr.
Mohammad Yamin
Mr.
Mohammad Yamin menyatakan pemikirannya tentang dasar Negara Indonesia merdeka
dihadapan sidang BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945. Pemikirannya diberi judul
”Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia”. Mr. Mohammad Yamin
mengusulkan dasar negara Indonesia merdeka yang intinya sebagai berikut:
a.
peri
kebangsaan.
b.
peri
kemanusiaan.
c.
peri ketuhanan.
d.
peri
kerakyatan.
e.
kesejahteraan
rakyat.
2.
Mr.
Supomo
Mr. Supomo
mendapat giliran mengemukakan pemikirannya di hadapan sidang BPUPKI pada
tanggal 31 Mei 1945. Pemikirannya berupa penjelasan tentang masalah-masalah
yang berhubungan dengan dasar negara Indonesia merdeka. Negara yang akan
dibentuk hendaklah negara integralistik yang berdasarkan pada hal-hal berikut
ini:
a.
Persatuan.
b.
Kekeluargaan.
c.
keseimbangan
lahir dan batin.
d.
Musyawarah.
e.
keadilan
sosial.
3.
Ir.
Sukarno
Pada
tanggal 1 Juni 1945 Ir. Sukarno mendapat kesempatan untuk mengemukakan dasar
negara Indonesia merdeka. Pemikirannya terdiri atas lima asas berikut ini:
a.
kebangsaan
Indonesia.
b.
internasionalisme
atau perikemanusiaan.
c.
mufakat atau demokrasi.
d.
kesejahteraan
social.
e.
Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Kelima asas tersebut diberinya nama
Pancasila sesuai saran teman yang ahli bahasa. Untuk selanjutnya, tanggal 1
Juni kita peringati sebagai hari Lahir Istilah Pancasila.
b. Masa Persidangan Kedua (10–16
Juli 1945)
Masa
persidangan pertama BPUPKI berakhir, tetapi rumusan dasar negara untuk
Indonesia merdeka belum terbentuk. Padahal, BPUPKI akan reses (istirahat) satu
bulan penuh. Untuk itu, BPUPKI membentuk panitia perumus dasar negara yang
beranggotakan sembilan orang sehingga disebut Panitia Sembilan. Tugas Panitia
Sembilan adalah menampung berbagai aspirasi tentang pembentukan dasar negara
Indonesia merdeka. Anggota Panitia Sembilan terdiri atas Ir. Sukarno (ketua),
Abdulkahar Muzakir, Drs. Moh. Hatta, K.H. Abdul Wachid Hasyim, Mr. Moh. Yamin,
H. Agus Salim, Ahmad Subarjo, Abikusno Cokrosuryo, dan A. A. Maramis. Panitia
Sembilan bekerja cerdas sehingga pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil merumuskan
dasar negara untuk Indonesia merdeka. Rumusan itu oleh Mr. Moh. Yamin diberi
nama Piagam Jakarta atau Jakarta Charter.
Pada tanggal 10 sampai dengan 16 Juli 1945, BPUPKI mengadakan sidang
kedua.
Pada masa
persidangan ini, BPUPKI membahas rancangan undang-undang dasar. Untuk itu,
dibentuk Panitia Perancang Undang- Undang Dasar yang diketuai Ir. Sukarno.
Panitia tersebut juga membentuk kelompok kecil yang beranggotakan tujuh orang
yang khusus merumuskan rancangan UUD. Kelompok kecil ini diketuai Mr. Supomo
dengan anggota Wongsonegoro, Ahmad Subarjo, Singgih, H. Agus Salim, dan
Sukiman. Hasil kerjanya kemudian disempurnakan kebahasaannya oleh Panitia
Penghalus Bahasa yang terdiri atas Husein Jayadiningrat, H. Agus Salim, dan Mr.
Supomo. Ir. Sukarno melaporkan hasil kerja Panitia Perancang Undang-Undang pada
sidang BPUPKI tanggal 14 Juli 1945. Pada laporannya disebutkan tiga hal pokok,
yaitu pernyataan Indonesia merdeka, pembukaan undang-undang dasar, dan
undang-undang dasar (batang tubuh). Pada tanggal 15 dan 16 Juli 1945 diadakan
sidang untuk menyusun UUD berdasarkan hasil kerja Panitia Perancang
Undang-Undang Dasar. Pada tanggal 17 Juli 1945 dilaporkan hasil kerja
penyusunan UUD. Laporan diterima sidang pleno BPUPKI.
2. Pembentukan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia
Pada
tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan Jepang. Untuk menindaklanjuti
hasil kerja BPUPKI, Jepang membentuk
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Lembaga tersebut dalam bahasa
Jepang disebut Dokuritsu Junbi Iinkai. PPKI beranggotakan 21 orang yang
mewakili seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Mereka terdiri atas 12 orang
wakil dari Jawa, 3 orang wakil dari Sumatera, 2 orang wakil dari Sulawesi, dan
seorang wakil dari Sunda Kecil, Maluku serta penduduk Cina. Ketua PPKI pada
tanggal 18 Agustus 1945, menambah anggota PPKI enam orang lagi sehingga semua
anggota PPKI berjumlah 27 orang.
PPKI
dipimpin oleh Ir. Sukarno, wakilnya Drs. Moh. Hatta, dan penasihatnya
Ahmad Subarjo. Adapun anggotanya
adalah Mr. Supomo, dr. Rajiman Wedyodiningrat, R.P. Suroso, Sutardjo, K.H.
Abdul Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Oto Iskandardinata, Suryohamijoyo,
Abdul Kadir, Puruboyo, Yap Tjwan Bing, Latuharhary, Dr. Amir, Abdul Abbas,
Teuku Moh. Hasan, Hamdani, Sam Ratulangi, Andi Pangeran, I Gusti Ktut Pudja, Wiranatakusumah,
Ki Hajar Dewantara, Kasman Singodimejo, Sayuti Melik, dan Iwa Kusumasumantri.
a. Proses Penetapan Dasar Negara dan
Konstitusi Negara
Pada
tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidangnya yang pertama. Pada sidang
ini PPKI membahas konstitusi negara Indonesia, Presiden dan Wakil Presiden
Indonesia, serta lembaga yang membantu tugas Presiden Indonesia. PPKI membahas
konstitusi negara Indonesia dengan menggunakan naskah Piagam Jakarta yang telah
disahkan BPUPKI. Namun, sebelum siding dimulai, Bung Hatta dan beberapa tokoh
Islam mengadakan pembahasan sendiri untuk mencari penyelesaian masalah kalimat
”dengan kewajiban Mereka perlu membahas hal tersebut karena pesan dari pemeluk
agama lain dan terutama tokoh-tokoh dari Indonesia bagian timur yang merasa
keberatan dengan kalimat tersebut. Mereka mengancam akan mendirikan negara
sendiri apabila kalimat tersebut tidak diubah. Dalam waktu yang tidak
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” pada kalimat ”Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Tokoh-tokoh
Islam yang membahas adalah Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimejo, K.H. Abdul
Wachid Hasyim, dan Teuku Moh. Hassan. terlalu lama, dicapai kesepakatan untuk
menghilangkan kalimat ”... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”. Hal ini dilakukan untuk menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia. Kita harus menghargai nilai juang para tokoh-tokoh yang
sepakat menghilangkan kalimat ”.... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya.” Para tokoh PPKI berjiwa besar dan memiliki rasa nasionalisme
yang tinggi. Mereka juga mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi dan golongan. Adapun tujuan diadakan pembahasan sendiri
tidak pada forum sidang agar permasalahan cepat selesai. Dengan disetujuinya
perubahan itu maka segera saja sidang pertama PPKI dibuka.
b. Perbedaan dan Kesepakatan yang
Muncul dalam Sidang PPKI
Pada
sidang pertama PPKI rancangan UUD hasil kerja BPUPKI dibahas kembali. Pada
pembahasannya terdapat usul perubahan yang dilontarkan kelompok Hatta. Mereka
mengusulkan dua perubahan. Pertama, berkaitan dengan sila pertama yang semula
berbunyi ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi ”Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kedua, Bab II UUD
Pasal 6 yang semula berbunyi ”Presiden ialah orang Indonesia yang beragama
Islam” diubah menjadi ”Presiden ialah orang Indonesia asli”. Semua usulan itu
diterima peserta sidang. Hal itu menunjukkan mereka sangat memperhatikan
persatuan dan kesatuan bangsa. Rancangan hukum dasar yang diterima BPUPKI pada
tanggal 17 Juli 1945 setelah disempurnakan oleh PPKI disahkan sebagai
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. UUD itu kemudian dikenal sebagai UUD
1945. Keberadaan UUD 1945 diumumkan dalam berita Republik Indonesia Tahun ke-2
No. 7 Tahun 1946 pada halaman 45–48. Sistematika UUD 1945 itu terdiri atas hal
sebagai berikut.
1.
Pembukaan
(mukadimah) UUD 1945 terdiri atas empat alinea. Pada Alenia ke-4 UUD 1945
tercantum Pancasila sebagai dasar negara yang berbunyi sebagai berikut.
2.
Ketuhanan Yang Maha Esa.
3.
Kemanusiaan
yang adil dan beradab.
4.
Persatuan
Indonesia.
5.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
6.
Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.